Adanya perubahan lingkungan global yang semakin menyatukan hampir seluruh negara di dunia dalam komunitas tunggal, yang dijembatani perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang semakin murah, menuntut adanya transparansi di segala bidang. Standar akuntansi keuangan yang berkualitas merupakan salah satu prasarana penting untuk mewujudkan transparasi tersebut. Standar akuntansi keuangan dapat diibaratkan sebagai sebuah cermin, di mana cermin yang baik akan mampu menggambarkan kondisi praktis bisnis yang sebenarnya. Oleh karena itu, pengembangan standar akuntansi keuangan yang baik, sangat relevan dan mutlak diperlukan pada masa sekarang ini.
Terkait
hal tersebut, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
sebagai wadah profesi akuntansi di Indonesia selalu tanggap terhadap
perkembangan yang terjadi, khususnya dalam hal-hal yang memengaruhi dunia usaha
dan profesi akuntan. Hal ini dapat dilihat dari dinamika kegiatan pengembangan
standar akuntansi sejak berdirinya IAI pada tahun 1957 hingga kini. Setidaknya,
terdapat tiga tonggak sejarah dalam pengembangan standar akuntansi keuangan di
Indonesia.
Tonggak
sejarah pertama, menjelang diaktifkannya pasar modal di Indonesia pada tahun
1973. Pada masa itu merupakan pertama kalinya IAI melakukan kodifikasi prinsip
dan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia dalam suatu buku ”Prinsip
Akuntansi Indonesia (PAI).”
Kemudian,
tonggak sejarah kedua terjadi pada tahun 1984. Pada masa itu, komite PAI
melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan kemudian mengkondifikasikannya
dalam buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia 1984” dengan tujuan untuk menyesuaikan
ketentuan akuntansi dengan perkembangan dunia usaha.
Berikutnya
pada tahun 1994, IAI kembali melakukan revisi total terhadap PAI 1984 dan
melakukan kodifikasi dalam buku ”Standar Akuntansi Keuangan
(SAK) per 1 Oktober 1994.” Sejak tahun 1994, IAI juga telah
memutuskan untuk melakukan harmonisasi dengan standar akuntansi internasional
dalam pengembangan standarnya. Dalam perkembangan selanjutnya, terjadi
perubahan dari harmonisasi ke adaptasi, kemudian menjadi adopsi dalam rangka
konvergensi dengan International Financial Reporting Standards
(IFRS). Program adopsi penuh dalam rangka mencapai konvergensi dengan
IFRS direncanakan dapat terlaksana dalam beberapa tahun ke depan.
Dalam
perkembangannya, standar akuntansi keuangan terus direvisi secara
berkesinambungan, baik berupa berupa penyempurnaan maupun penambahan standar
baru sejak tahun 1994. Proses revisi telah dilakukan enam kali, yaitu pada
tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1996, 1 Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004,
dan 1 September 2007. Buku ”Standar Akuntansi Keuangan per 1 September 2007”
ini di dalamnya sudah bertambah dibandingkan revisi sebelumnya yaitu tambahan
KDPPLK Syariah, 6 PSAK baru, dan 5 PSAK revisi. Secara garis besar, sekarang
ini terdapat 2 KDPPLK, 62 PSAK, dan 7 ISAK.
Untuk
dapat menghasilkan standar akuntansi keuangan yang baik, maka badan penyusunnya
terus dikembangkan dan disempurnakan sesuai dengan kebutuhan. Awalnya, cikal
bakal badan penyusun standar akuntansi adalah Panitia Penghimpunan Bahan-bahan
dan Struktur dari GAAP dan GAAS yang dibentuk pada tahun 1973. Pada tahun 1974
dibentuk Komite Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) yang bertugas menyusun dan
mengembangkan standar akuntansi keuangan. Komite PAI telah bertugas selama
empat periode kepengurusan IAI sejak tahun 1974 hingga 1994 dengan susunan
personel yang terus diperbarui. Selanjutnya, pada periode kepengurusan IAI
tahun 1994-1998 nama Komite PAI diubah menjadi Komite Standar Akuntansi
Keuangan (Komite SAK).
Kemudian,
pada Kongres VIII IAI tanggal 23-24 September 1998 di Jakarta, Komite SAK
diubah kembali menjadi Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) dengan diberikan
otonomi untuk menyusun dan mengesahkan PSAK dan ISAK. Selain itu, juga telah
dibentuk Komite Akuntansi Syariah (KAS) dan Dewan Konsultatif Standar Akuntansi
Keuangan (DKSAK). Komite Akuntansi Syariah (KAS) dibentuk tanggal 18 Oktober
2005 untuk menopang kelancaran kegiatan penyusunan PSAK yang terkait dengan
perlakuan akuntansi transaksi syariah yang dilakukan oleh DSAK. Sedangkan DKSAK
yang anggotanya terdiri atas profesi akuntan dan luar profesi akuntan, yang
mewakili para pengguna, merupakan mitra DSAK dalam merumuskan arah dan
pengembangan SAK di Indonesia.
(sumber)
0 komentar:
Post a Comment