Pages

Tuesday, February 12, 2013

Bongkahan Hidupku Nyaris Menyublim



             Aku sudah terlalu terbiasa berbagi masalahku denganmu. Menceritakan segalanya kepadamu. Memang hanya kamulah yang selalu ada disaat ku butuh. Disaat aku ingin dan merasa butuh mencurahkan isi hatiku, masalahku, tidak lain dan tidak bukan, memang hanya namamu yang seketika terpampang diotakku untukku bagi cerita-ceritaku. Aku sudah terlampau nyaman dengan kebiasaanku bercerita denganmu. Ah, rasa percaya dan rasa nyaman ini sudah terlampau jauh melewati batas yang pernah ku tujukan padamu yang namun kini telah ku abaikan. Namun kini, masalah  datang padaku, masalah yang pada nyatanya tidak terlalu besar. Rasanya hanya dengan bercerita dengan orang lain, aku bisa menyelesaikannya. Tapi seketika, saat dimana aku menyadari bahwa masalah ini tak semudah yang kubayangkan, yaitu saat dimana aku sadar, masalah kecil ini menyangkut dirimu. Dirimu yang tak mungkin kubagi cerita ini. Dirimulah masalahku. Seketika, masalah ini terasa begitu besar dan berat. Aku butuh berbagi masalah ini. Padamu. Hanya kamu. Tapi itulah satu masalah besar yang timbul dari masalah ini.... Bagaimana aku bisa merasa butuh berbagi masalah kepadamu saat masalah itu adalah kamu...
Setiap masalah yang mendera ku, aku hanya butuh kamu. Tidak, tidak, aku mungkin memang butuh solusi yang mungkin bisa membantuku, tapi rasanya dan memang mutlaknya, aku jauh lebih membutuhkan kehadiranmu dengan kata-kata penegar ajaibmu yang tertuju padaku. Kata-kata penyemangat yang telah kau racik sedemikian rupa hingga menyentuh dalam dihatiku. Tapi seketika aku sadar kembali keduniaku. Aku tak bisa mendapatkan penegar darimu dalam masalahku yang sekarang. Karena masalahku mengharuskanku menjauhimu. Jelas tidak mungkin aku mendapat kata-kata ramuanmu jika aku harus menjauhimu. Masalah yang cukup besar untukku. Saat dimana aku membutuhkanmu, namun aku justru harus menjauhimu. Memikirkannya saja sudah terasa amat rumit. Rasanya aku tidak ingin memikirkannya. Tapi kenyataan berkata lain, memang aku tidak diharuskan untuk memikirkan ini, tapi lebih tepatnya diharuskan melewati ini. Rumit... Bagaimana aku bisa merasa tegar dengan masalah yang mengharuskanku hilang dari peredaranmu saat penegarku adalah kata semangat darimu...

Kau tau? Sudah cukup lama aku berada disisimu. Bahkan, aku merasa menghubungi dan dihubungi olehmu adalah suatu rutinitas yang memang wajib disetiap hari-hariku. Rutinitas yang mewajibkanku untuk tetap disisimu. Rutinitas yang membuat segalanya berubah menjadi lebih indah. Satu-satunya rutinitas yang kuyakinkan aku tidak akan merasa bosan dengan ini. Aku menikmati rutinitas baruku. Sangat amat menikmati. Kewajiban baru dihari-hariku, tidak menjadi beban dihidupku. Bahkan aku merasa lengkap dengan hari-hariku disisimu. Bayangkan saja, jika dimana kewajibanku adalah memenuhi rutinitas dan rutinitasku adalah berada disisimu, dan saat itu pula suatu kewajiban lain mewajibkanku untuk pergi dari sisimu. Kewajiban lain dari pihak lain yang kembali memasuki rutinitas baru dengan mencoba mengganti rutinitasku yang telah kunyamani ini dengan sesuatu yang terkesan wajib kujalani pula. Padahal, aku sudah nyaman dengan rutinitasku kini... Bagaimana aku bisa memenuhi suatu hal yang terdegar wajib untuk menjauhimu disaat aku merasa kewajibbanku adalah berada disisimu...

Rutinitas yang ditawarkan kewajiban lain mengambung-ambungkan suatu janji kehidupan yang lebih baik untukku. Dengan rutinitas baruku, dengan kewajiban baruku, dengan ketidak hadiranmu. Menawarkanku suatu kehidupan yang lebih baik yang akan kuhadapi. Kamu dihidupku adalah pelengkap yang tidak boleh tertinggal. Akankah akan terasa lebih nyaman jika pelengkap itu tak ikut serta lagi dalam hidupku. Aku yakin segalanya akan berbeda. Bahkan aku meyakini semuanya justru tidak akan lebih baik tanpa pelengkapku. Hanya saja kewajiban baruku terus menerus memaksa dan mengambung-ambung impianku. Padahal, dengan adanya pelengkapku saja sudah berhasil memperindah hari-hariku. Apa lagi yang harus kuperindah dan ku perbaiki... Bagaimana aku bisa merasa hidup lebih baik dengan ketidakadaan dirimu sedangkan pelengkap hidupku adalah sosokmu...

0 komentar:

Post a Comment

Bongkahan Hidupku Nyaris Menyublim



             Aku sudah terlalu terbiasa berbagi masalahku denganmu. Menceritakan segalanya kepadamu. Memang hanya kamulah yang selalu ada disaat ku butuh. Disaat aku ingin dan merasa butuh mencurahkan isi hatiku, masalahku, tidak lain dan tidak bukan, memang hanya namamu yang seketika terpampang diotakku untukku bagi cerita-ceritaku. Aku sudah terlampau nyaman dengan kebiasaanku bercerita denganmu. Ah, rasa percaya dan rasa nyaman ini sudah terlampau jauh melewati batas yang pernah ku tujukan padamu yang namun kini telah ku abaikan. Namun kini, masalah  datang padaku, masalah yang pada nyatanya tidak terlalu besar. Rasanya hanya dengan bercerita dengan orang lain, aku bisa menyelesaikannya. Tapi seketika, saat dimana aku menyadari bahwa masalah ini tak semudah yang kubayangkan, yaitu saat dimana aku sadar, masalah kecil ini menyangkut dirimu. Dirimu yang tak mungkin kubagi cerita ini. Dirimulah masalahku. Seketika, masalah ini terasa begitu besar dan berat. Aku butuh berbagi masalah ini. Padamu. Hanya kamu. Tapi itulah satu masalah besar yang timbul dari masalah ini.... Bagaimana aku bisa merasa butuh berbagi masalah kepadamu saat masalah itu adalah kamu...
Setiap masalah yang mendera ku, aku hanya butuh kamu. Tidak, tidak, aku mungkin memang butuh solusi yang mungkin bisa membantuku, tapi rasanya dan memang mutlaknya, aku jauh lebih membutuhkan kehadiranmu dengan kata-kata penegar ajaibmu yang tertuju padaku. Kata-kata penyemangat yang telah kau racik sedemikian rupa hingga menyentuh dalam dihatiku. Tapi seketika aku sadar kembali keduniaku. Aku tak bisa mendapatkan penegar darimu dalam masalahku yang sekarang. Karena masalahku mengharuskanku menjauhimu. Jelas tidak mungkin aku mendapat kata-kata ramuanmu jika aku harus menjauhimu. Masalah yang cukup besar untukku. Saat dimana aku membutuhkanmu, namun aku justru harus menjauhimu. Memikirkannya saja sudah terasa amat rumit. Rasanya aku tidak ingin memikirkannya. Tapi kenyataan berkata lain, memang aku tidak diharuskan untuk memikirkan ini, tapi lebih tepatnya diharuskan melewati ini. Rumit... Bagaimana aku bisa merasa tegar dengan masalah yang mengharuskanku hilang dari peredaranmu saat penegarku adalah kata semangat darimu...

Kau tau? Sudah cukup lama aku berada disisimu. Bahkan, aku merasa menghubungi dan dihubungi olehmu adalah suatu rutinitas yang memang wajib disetiap hari-hariku. Rutinitas yang mewajibkanku untuk tetap disisimu. Rutinitas yang membuat segalanya berubah menjadi lebih indah. Satu-satunya rutinitas yang kuyakinkan aku tidak akan merasa bosan dengan ini. Aku menikmati rutinitas baruku. Sangat amat menikmati. Kewajiban baru dihari-hariku, tidak menjadi beban dihidupku. Bahkan aku merasa lengkap dengan hari-hariku disisimu. Bayangkan saja, jika dimana kewajibanku adalah memenuhi rutinitas dan rutinitasku adalah berada disisimu, dan saat itu pula suatu kewajiban lain mewajibkanku untuk pergi dari sisimu. Kewajiban lain dari pihak lain yang kembali memasuki rutinitas baru dengan mencoba mengganti rutinitasku yang telah kunyamani ini dengan sesuatu yang terkesan wajib kujalani pula. Padahal, aku sudah nyaman dengan rutinitasku kini... Bagaimana aku bisa memenuhi suatu hal yang terdegar wajib untuk menjauhimu disaat aku merasa kewajibbanku adalah berada disisimu...

Rutinitas yang ditawarkan kewajiban lain mengambung-ambungkan suatu janji kehidupan yang lebih baik untukku. Dengan rutinitas baruku, dengan kewajiban baruku, dengan ketidak hadiranmu. Menawarkanku suatu kehidupan yang lebih baik yang akan kuhadapi. Kamu dihidupku adalah pelengkap yang tidak boleh tertinggal. Akankah akan terasa lebih nyaman jika pelengkap itu tak ikut serta lagi dalam hidupku. Aku yakin segalanya akan berbeda. Bahkan aku meyakini semuanya justru tidak akan lebih baik tanpa pelengkapku. Hanya saja kewajiban baruku terus menerus memaksa dan mengambung-ambung impianku. Padahal, dengan adanya pelengkapku saja sudah berhasil memperindah hari-hariku. Apa lagi yang harus kuperindah dan ku perbaiki... Bagaimana aku bisa merasa hidup lebih baik dengan ketidakadaan dirimu sedangkan pelengkap hidupku adalah sosokmu...

0 comments:

Post a Comment