Pages

Wednesday, February 27, 2013

Dentuman Hati Yang Tak Normal



Mengingatmu saja, sudah berhasil dengan mulus memporakporandakan hati ini... mengingat namamu, membayangkan wajahmu, mulai berlari-lari diotakku yang pada akhirnya berhasil berlari kehatiku. Dentuman-dentuman hati yang mulai tidak teratur, yang semakin berdegup saat bayanganmu semakin nyata. Hanya dengan mengingatmu, yang kemudian kunyatakan dalam hatiku, sudah berhasil membuatku memiliki degup jantung yang jauh dari batas normal.


Membayangkanmu selalu berhasil mengubah kebisingan sekitar menjadi sayupan melodi-melodi nyata diudara, dengan bayangmu melatari melodi bagaikan sebuah konser recital dialamku... disaat aku jenuh dan merasa sakit kepala dengan kebisingan disekitarku yang aku tak suka itu, aku hanya butuh melantunkan namamu dalam hati dan seketika aku melihat bayangmu. Bayangmu yang kemudian semakin nyata mulai melantunkan melodi-melodi indah khas bayangan dirimu dihatiku. Seketika, kebisingan yang tak kusuka, berubah bagaikan konser recital. Bagaikan dentingan-dentingan piano yang dimainkan dikonser recital dengan panggung megah yang dilatari bayanganmu. Indah.


Aku pernah jatuh cinta sebelum menjatuhkan cinta ini padamu. Tapi cinta yang berbeda. Cinta yang tanpa perjuangan berarti seperti ini... kau memang bukan cinta pertamaku. Tapi kau yang pertama kuperjuangkan. Sebelumnya, aku tidak pernah menerjang terjal untuk jatuh cinta. Aku hanya perlu menunggu cinta yang kemudian meluncur mulus dihadapku. Tapi kini, saat dimana aku menginginkanmu. Akulah yang justru harus meluncur hebat bebatuan nan berpasir untuk bertemumu disebrang yang juga kaulewati dengan gelap dan pijakan duri.


Karena pada nyatanya, cinta tak hanya membutuhkan ketulusan. Sudah takdir alam jika cintapun menuntut keadaan... aku dan kamu. Kita. Aku jatuh cinta padamu yang juga jatuh cinta padaku. Namun, pada nyatanya cinta tak sesimple saling jatuh cinta. Cintapun juga butuh sebuah ketulusan kuat bagaikan malaikat yang membutuhkan sayap untuk terbang menuju langit yang merupakan impiannya. Sejenak kemudian setelah kita mendapatkan cinta, kita kembali mendapatkan ketulusan yang kita yakini bersama. Aku hanya ingin dirimu yang juga berkata hanya inginkan diriku. Bahkan kita sudah berjanji akan bersama jika semua syarat sudah terpenuhi. Syarat yang kembali menjatuhkan harapan kita. Mematahkan sayap sang malaikat. Cinta. Ketulusan. Dan keadaan. Kita tak dapatkan keadaan. Keadaan tidak mendukung kita. Atau lebih tepatnya, belum. Dan kita, bersama, tetap menunggu saat dimana keadaan yang-merupakan-syarat-indah-terakhir-kita tiba.


Aku berhasil mengurungmu dihatiku tanpa memberimu celah sedikitpun untuk beranjak pergi... kita bersama telah berjanji untuk mengurung satu sama lain dihati masing-masing untuk menunggu happy ending kita yang telah dalam perjalanan menghampiri kita. Dan aku, dengan yakinnya, dengan tega tanpa ampun, mengurungmu kuat-kuat ditempatmu yang seharusnya. Dihatiku. Bahkan, dengan kejamnya, aku akan tetap mengurungmu dibenteng pertahanan hatiku walaupan happy ending kita telah tiba. Aku tidak akan segan mempertahankanmu untuk tetap dihatiku. Bahkan aku rela jika setiap hari aku harus memperkokoh bentengku dengan kepadatan super untuk membuatmu tetap disini. Aku bisa. Selamanya. Lantas, mampukah kamu mengurungku? Ah, tanpa kau kurung akupun, aku tidak akan mau keluar dari gubukmu. Biarpun mungkin gubukmu tak sekokoh bentengku untuk mengurungku, aku tetap akan disana. Terkecuali kau mengusirku, dan mendatangkan seorang malaikat lain yang menolongmu untuk lepas dari bentengku.

0 komentar:

Post a Comment

Dentuman Hati Yang Tak Normal



Mengingatmu saja, sudah berhasil dengan mulus memporakporandakan hati ini... mengingat namamu, membayangkan wajahmu, mulai berlari-lari diotakku yang pada akhirnya berhasil berlari kehatiku. Dentuman-dentuman hati yang mulai tidak teratur, yang semakin berdegup saat bayanganmu semakin nyata. Hanya dengan mengingatmu, yang kemudian kunyatakan dalam hatiku, sudah berhasil membuatku memiliki degup jantung yang jauh dari batas normal.


Membayangkanmu selalu berhasil mengubah kebisingan sekitar menjadi sayupan melodi-melodi nyata diudara, dengan bayangmu melatari melodi bagaikan sebuah konser recital dialamku... disaat aku jenuh dan merasa sakit kepala dengan kebisingan disekitarku yang aku tak suka itu, aku hanya butuh melantunkan namamu dalam hati dan seketika aku melihat bayangmu. Bayangmu yang kemudian semakin nyata mulai melantunkan melodi-melodi indah khas bayangan dirimu dihatiku. Seketika, kebisingan yang tak kusuka, berubah bagaikan konser recital. Bagaikan dentingan-dentingan piano yang dimainkan dikonser recital dengan panggung megah yang dilatari bayanganmu. Indah.


Aku pernah jatuh cinta sebelum menjatuhkan cinta ini padamu. Tapi cinta yang berbeda. Cinta yang tanpa perjuangan berarti seperti ini... kau memang bukan cinta pertamaku. Tapi kau yang pertama kuperjuangkan. Sebelumnya, aku tidak pernah menerjang terjal untuk jatuh cinta. Aku hanya perlu menunggu cinta yang kemudian meluncur mulus dihadapku. Tapi kini, saat dimana aku menginginkanmu. Akulah yang justru harus meluncur hebat bebatuan nan berpasir untuk bertemumu disebrang yang juga kaulewati dengan gelap dan pijakan duri.


Karena pada nyatanya, cinta tak hanya membutuhkan ketulusan. Sudah takdir alam jika cintapun menuntut keadaan... aku dan kamu. Kita. Aku jatuh cinta padamu yang juga jatuh cinta padaku. Namun, pada nyatanya cinta tak sesimple saling jatuh cinta. Cintapun juga butuh sebuah ketulusan kuat bagaikan malaikat yang membutuhkan sayap untuk terbang menuju langit yang merupakan impiannya. Sejenak kemudian setelah kita mendapatkan cinta, kita kembali mendapatkan ketulusan yang kita yakini bersama. Aku hanya ingin dirimu yang juga berkata hanya inginkan diriku. Bahkan kita sudah berjanji akan bersama jika semua syarat sudah terpenuhi. Syarat yang kembali menjatuhkan harapan kita. Mematahkan sayap sang malaikat. Cinta. Ketulusan. Dan keadaan. Kita tak dapatkan keadaan. Keadaan tidak mendukung kita. Atau lebih tepatnya, belum. Dan kita, bersama, tetap menunggu saat dimana keadaan yang-merupakan-syarat-indah-terakhir-kita tiba.


Aku berhasil mengurungmu dihatiku tanpa memberimu celah sedikitpun untuk beranjak pergi... kita bersama telah berjanji untuk mengurung satu sama lain dihati masing-masing untuk menunggu happy ending kita yang telah dalam perjalanan menghampiri kita. Dan aku, dengan yakinnya, dengan tega tanpa ampun, mengurungmu kuat-kuat ditempatmu yang seharusnya. Dihatiku. Bahkan, dengan kejamnya, aku akan tetap mengurungmu dibenteng pertahanan hatiku walaupan happy ending kita telah tiba. Aku tidak akan segan mempertahankanmu untuk tetap dihatiku. Bahkan aku rela jika setiap hari aku harus memperkokoh bentengku dengan kepadatan super untuk membuatmu tetap disini. Aku bisa. Selamanya. Lantas, mampukah kamu mengurungku? Ah, tanpa kau kurung akupun, aku tidak akan mau keluar dari gubukmu. Biarpun mungkin gubukmu tak sekokoh bentengku untuk mengurungku, aku tetap akan disana. Terkecuali kau mengusirku, dan mendatangkan seorang malaikat lain yang menolongmu untuk lepas dari bentengku.

0 comments:

Post a Comment