Aku sudah terlalu terbiasa berbagi masalahku denganmu.
Menceritakan segalanya kepadamu. Memang hanya kamulah yang selalu ada disaat ku
butuh. Disaat aku ingin dan merasa butuh mencurahkan isi hatiku,
masalahku, tidak lain dan tidak bukan, memang hanya namamu yang seketika
terpampang diotakku untukku bagi cerita-ceritaku. Aku sudah terlampau nyaman
dengan kebiasaanku bercerita denganmu. Ah, rasa percaya dan rasa nyaman ini
sudah terlampau jauh melewati batas yang pernah ku tujukan padamu yang namun
kini telah ku abaikan. Namun kini, masalah datang
padaku, masalah yang pada nyatanya tidak terlalu besar. Rasanya hanya dengan
bercerita dengan orang lain, aku bisa menyelesaikannya. Tapi seketika, saat
dimana aku menyadari bahwa masalah ini tak semudah yang kubayangkan, yaitu saat
dimana aku sadar, masalah kecil ini menyangkut dirimu. Dirimu yang tak mungkin
kubagi cerita ini. Dirimulah masalahku. Seketika, masalah ini terasa begitu
besar dan berat. Aku butuh berbagi masalah ini. Padamu. Hanya kamu. Tapi itulah
satu masalah besar yang timbul dari masalah ini.... Bagaimana aku bisa merasa butuh berbagi
masalah kepadamu saat masalah itu adalah kamu...
Setiap
masalah yang mendera ku, aku hanya butuh kamu. Tidak, tidak, aku mungkin memang
butuh solusi yang mungkin bisa membantuku, tapi rasanya dan memang mutlaknya,
aku jauh lebih membutuhkan kehadiranmu dengan kata-kata penegar ajaibmu yang
tertuju padaku. Kata-kata penyemangat yang telah kau racik sedemikian rupa
hingga menyentuh dalam dihatiku. Tapi seketika aku sadar kembali keduniaku. Aku
tak bisa mendapatkan penegar darimu dalam masalahku yang sekarang. Karena
masalahku mengharuskanku menjauhimu. Jelas tidak mungkin aku mendapat kata-kata
ramuanmu jika aku harus menjauhimu. Masalah yang cukup besar untukku. Saat
dimana aku membutuhkanmu, namun aku justru harus menjauhimu. Memikirkannya saja
sudah terasa amat rumit. Rasanya aku tidak ingin memikirkannya. Tapi kenyataan
berkata lain, memang aku tidak diharuskan untuk memikirkan ini, tapi lebih
tepatnya diharuskan melewati ini. Rumit... Bagaimana aku bisa merasa tegar dengan
masalah yang mengharuskanku hilang dari peredaranmu saat penegarku adalah kata
semangat darimu...
Kau
tau? Sudah cukup lama aku berada disisimu. Bahkan, aku merasa menghubungi dan
dihubungi olehmu adalah suatu rutinitas yang memang wajib disetiap hari-hariku.
Rutinitas yang mewajibkanku untuk tetap disisimu. Rutinitas yang membuat
segalanya berubah menjadi lebih indah. Satu-satunya rutinitas yang kuyakinkan
aku tidak akan merasa bosan dengan ini. Aku menikmati rutinitas baruku. Sangat
amat menikmati. Kewajiban baru dihari-hariku, tidak menjadi beban dihidupku.
Bahkan aku merasa lengkap dengan hari-hariku disisimu. Bayangkan saja, jika
dimana kewajibanku adalah memenuhi rutinitas dan rutinitasku adalah berada
disisimu, dan saat itu pula suatu kewajiban lain mewajibkanku untuk pergi dari
sisimu. Kewajiban lain dari pihak lain yang kembali memasuki rutinitas baru
dengan mencoba mengganti rutinitasku yang telah kunyamani ini dengan sesuatu
yang terkesan wajib kujalani pula. Padahal, aku sudah nyaman dengan rutinitasku
kini... Bagaimana aku bisa memenuhi
suatu hal yang terdegar wajib untuk menjauhimu disaat aku merasa kewajibbanku
adalah berada disisimu...
Rutinitas
yang ditawarkan kewajiban lain mengambung-ambungkan suatu janji kehidupan yang
lebih baik untukku. Dengan rutinitas baruku, dengan kewajiban baruku, dengan
ketidak hadiranmu. Menawarkanku suatu kehidupan yang lebih baik yang akan
kuhadapi. Kamu dihidupku adalah pelengkap yang tidak boleh tertinggal. Akankah
akan terasa lebih nyaman jika pelengkap itu tak ikut serta lagi dalam hidupku.
Aku yakin segalanya akan berbeda. Bahkan aku meyakini semuanya justru tidak
akan lebih baik tanpa pelengkapku. Hanya saja kewajiban baruku terus menerus
memaksa dan mengambung-ambung impianku. Padahal, dengan adanya pelengkapku saja
sudah berhasil memperindah hari-hariku. Apa lagi yang harus kuperindah dan ku
perbaiki... Bagaimana
aku bisa merasa hidup lebih baik dengan ketidakadaan dirimu sedangkan pelengkap
hidupku adalah sosokmu...
0 komentar:
Post a Comment